Persoalan sampah masih menjadi salah satu tantangan bagi kota-kota besar di dunia, termasuk Jakarta. Selama pandemi Covid-19 permasalahannya kian bertambah yang tercermin dari meningkatnya timbunan sampah rumah tangga.
Berdasarkan survei yang dilakukan Waste4Change pada masa pandemi di DKI Jakarta, mayoritas rumah tangga mengaku terjadi peningkatan timbunan sampah. Ini tak lepas dari perubahan pola produksi sampah karena aktivitas warga banyak dilakukan di rumah.
Adapun yang mengaku tidak mengalami perubahan timbunan sampah hanya sekitar 17 persen dari 132 rumah tangga yang disurvei.
Dari jenisnya, timbunan sampah organik merupakan yang paling banyak peningkatannya. Hal tersebut diakui oleh 35 persen responden. Rata-rata peningkatan produksi sampah yang umumnya berupa sisa memasak ataupun sisa makanan ini mencapai dua kali lipat. Hal itu sejalan dengan kebiasaan memasak di rumah yang meningkat.
Selanjutnya ada sampah plastik. Sebanyak 22,3 persen rumah tangga mengatakan, timbunan sampah plastik mereka meningkat di awal masa pandemi. Peningkatan terjadi karena kebiasaan memesan makanan ataupun belanja secara daring, konsumsi cemilan, dan upaya kebersihan.
Menurut survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), kegiatan belanja on-line masyarakat memang mengalami lonjakan. Jumlahnya naik dari 1-5 kali dalam sebulan menjadi 1-10 kali per bulan.
Sampah-sampah medis juga menunjukkan kenaikan. Tambahan produksi sampah yang didominasi masker sekali pakai ini sekitar 1,5 persen. Meski kecil, tapi berpotensi terus meningkat dan menjadi klasifikasi baru yang akan terus ada selama pandemi.
Produksi sampah di wilayah DKI Jakarta terus meningkat dalam 10 tahun terakhir. Unit Pengelola Sampah Terpadu Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta (UPST Dinas LH Jakarta) mencatat, sampah yang masuk ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang sekitar 5,1 ribu ton/hari pada 2011. Pada 2019, angkanya naik menjadi sekitar 7,7 ribu ton/hari.
Melihat jenisnya, sampah oraganik –sisa makanan, kertas, kayu dan rumput, serta karet/kulit berkontribusi sekitar fifty five persen. Sementara sampah plastik mengambil persentase sekitar 31 persen dan 14 persen sisanya masuk kategori lain.
Solusi Daur Ulang Sampah
Berdasarkan persoalan sampah yang terpotret selama pandemi, ada potensi peningkatan timbulan sampah domestik di sekitar wilayah rumah tangga di Jakarta. Belum lagi dari sampah medis yang bisa meningkatkan potensi penyebaran penyakit jika tidak dikelola dengan benar.
Bentuk pertanggungjawabannya, Hana menambahkan, pengangkut sampah tidak mencampur aduk sampah. Mereka mengetahui kemana masing-masing sampah diolah dan menaati peraturan pengelolaan sampah residu.
Untuk kalian yang membutuhkan tempat sampah medis bisa cek website gogreen yaa
Semangat pengelolaan sampah mulai dari rumah setidaknya sudah dimiliki oleh warga Jakarta. Masih berdasarkan survei yang sama, sekitar 25 persen rumah tangga sudah melakukan pemilahan dan mengumpulkan sampah anorganik ke pengepul, bank sampah, atau pemulung.
Sementara dalam upaya mengurangi sampah plastik, kebiasaan ‘hijau’ saat belanja on-line juga bisa dilakukan. Mulai dari berbelanja di tempat yang menjalankan konsep less plastic packaging dan meminimalisir pemakaian alat makan atau kemasan sekali pakai. Selain itu, belanja di tempat dan waktu yang sama dalam jumlah besar untuk menghindari pembelian produk satuan berulang.
Sampah yang bisa didaur ulang akan diproses lebih lanjut oleh mitra daur ulang. Dengan pola seperti ini usia hidup materials akan semakin panjang dan timbunan sampah di TPA akan berkurang.